ArtikelHikmah

Ibadah Haji dan Kurban: Membumikan Nilai-nilai Kesalehan Sosial dan Pembelajaran Dialogis dengan Al-Haqq menuju Internasilisasi Haqq (1)

DDHK.ORG – Ibdah Haji dan Kurban; Membumikan Nilai-Nilai Kesalehan Social dan Peembelajaran Dialogis denan Al-Haqq Menuju Internasilisasi Haqq (1)

Oleh: Ahmad Fauzi Qosim (pegiat Dakwah dan Kemanusiaa, Sekretaris Dewan Syariah Dompet Dhuafa)

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. An-Nahl : 123)

Tak dapat disangkal bahwa sesungguhnya setiap manusia dalam agama apapun, secara fitrah berkepentingan untuk beribadah dan berkomunikasi dengan Tuhannya. Oleh karenanya dengan bijak Tuhan selau menentukan tempat tertentu bagi setiap umat beragama untuk berkumpul melakukan peribadatan dan berkomunikasi dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi ummat pengikut agama Ibrahim AS, Allah SWT telah menentukan tanah haram Mekkah sebagai tempat untuk menjalankan syari’at ibadah haji dan kurban sejak Ibrahim AS dan Ismail AS menerima amanat peribadatan tersebut hingga Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan syari’at yang diamanatkan Allah SWT kepada kedua moyangnya tersebut.

Setelah khalilullah Ibrahim AS. selesai membangun Baitullah, dikatakan kepadanya: “Wahai Ibrahim, seru dan perintahkanlah manusia untuk melaksanakan haji!”. Ibrahim berkata: “Ya Rabb, bagaimana aku bisa melakukannya, sedangkan suaraku tidak sampai (karena jauh dan tidak ada orang disekitarnya)” Allah SAW berfirman “lakukanlah (serulah) dan Aku yang akan menyampaikan kepada mereka”. Maka nabiyallah Ibrahim menaiki bukit Abi Qais, yang berteriak: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kalian semua untuk berhaji di Batullah ini, supaya kalian dibalas/dimasukkan ke surga dan diselamatkan dari neraka, lakukanlah ibadah haji!”. Atas seruan tersebut setiap manusia yang ada di tulang sulbi laki-laki dan rahim wanita, menjawab dengan untaian kalimat yang indah, yaitu talbiah: Labbaikallahumma Labbaik, Labbaika La Syarika Laka Labbaik, Innal Hamda Wan Ni’mata laka wal Mulk La Syarikalak. Ibnu Abbas mengatakan itulah asal mula talbiyah itu dikumandangkan, yaitu ketika Allah SWT memerintahkan kepada Ibrahim supaya menyeru manusia untuk menunaikan haji. (Al Qurthuby 2:2097). Berkenaan dengan peristiwa tersebut Allah SWT mengabadikannya dalam Al Quran sebagaimana tertulis di atas (QS. 22:27-28).

Setiap tahun, jutaan jamaah haji dari seluruh pelosok dunia datang berbondong-bondong menuju dua kota suci, demi menunaikan rukun Islam kelima. Pada tahun 2022 ini, alhamdulillah jamaah haji Indonesia dan negara lain kembali diberangkatkan walaupun dengan jumlah yang masih terbatas, karena kondisi Covid 19. Kita berharap dan berdoa kepada Allah agar tahun depan kondisi sudah semakin baik, dan bangsa Indonesia dapat memberangkatkan lagi tetamu Allah menjadi bagian jutaan kaum muslimin dunia dari berbagai latar belakang, suku dan bangsa berbaur menjadi satu, berpadu dalam ibadah yang sama di tanah suci. Sudah pasti, hati mereka penuh harap agar ibadah yang diwajibkan sekali seumur hidup dapat diterima sebagai haji mabrur. Apalagi, ganjaran sebuah haji yang mabrur adalah sebaik-baik balasan. Rasulullah SAW bersabda: “… dan tiada balasan bagi haji mabrur selain surga (HR. Bukhari dan Muslim).

Sudah menjadi kaidah, bahwa tidaklah Allah SWT memerintahkan suatu perkara melainkan dalam perkara yang diperintahkan tersebut ada manfa’atnya, pasti ada kebaikan bagi manusia, dan tidaklah dilarang dari suatu perkara melainkan dalam perkara yang dilarang tersebut ada madharatnya. Ayat di atas menyatakan “Liyasyhaduu Manaafi’a Lin Naas…” supaya mereka bisa menyaksikan banyak manfaat/faidah dari ibadah haji tersebut.

Beberapa Faidah Ibadah Haji

Pertama, Ibadah haji merupakan ibadah yang paling besar dan sesuai dengan tujuan manusia diciptakan Allah SWT (QS. 51:56). Kategori Ibadah yang paling besar, karena seseorang tidak hanya dituntut kesiapan secara materi saja, akan tetapi secara fisik dan psikis pun dituntut kesiapannya. Tidak diragukan lagi bahwa dalam ibadah haji, terkumpul semua aspek ibadah; badaniyah (fisik), maliyah (financial) dan qalbiyah (hati/mental), serta tidak terdapat dalam ibadah yang lainnya.

Kedua, Ibadah haji merupakan konferensi kaum muslimin sedunia, untuk saling mengenal antara yang satu dengan yang lainnya, ajang pertemuan berbagai bangsa, bahasa, warna kulit dan social budaya yang sangat dimungkinkan terjadinya pertukaran informasi, ekonomi, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.

Ketiga, Ibadah haji merupakan wahana untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan kaum muslimin, “Sesungguhnya umat kalian itu adalah umat yang satu.” (QS. 21:92). Secara simbolis ibadah haji menunjukan bahwa kaum muslimin itu adalah umat yang satu, menyembah kepada Allah yang satu / esa, mengikuti / mencontoh nabi yang satu, membaca Al Qur’an yang satu, menghadap ke kiblat yang satu, bertowaf di Baitullah yang satu, berkumpul / wukuf di tempat yang satu dan lain sebagainya, yang semua akan lebih menguatkan Al Ukhuwah Al Islamiyah. “Sesungguhnya orang-orang muslim itu bersaudara”. (QS. 49:10).

Keempat, Ibadah haji memberikan kesadaran tentang kesetaraan dan keadilan dalam hak dan kewajiban diantara kaum muslimin, hal ini ditunjukkan dengan tidak dibeda-bedakannya tata cara manasik haji, berihram dll. antara yang kaya dengan yang miskin, yang ONH biasa dengan yang Plus, tetapi manusia atau kaum muslimin itu akan dibedakan dengan tingkat ketaqwaannya. “Sesungguhnya orang yang paling mulia dari kalian disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa”. (QS. 49:13).

Kelima, Ibadah haji banyak mengingatkan kepada kita tentang perjalanan manusia ke negri abadi (akhirat). Ibadah haji merupakan rihlah ruhiyah/pejalanan ruhani yang merupakan miniatur dari perjalanan sesungguhnya yang semua manusia pasti akan melaluinya, yaitu perjalanan akhirat. Perjalanan haji ini mengandung filosopi perjalanan manusia di akhirat kelak. [DDHKNews]

Baca juga:

×