ArtikelHikmah

Dasyatnya Lisan

Ustadzah Nur Hamidah, Lc., M.Ag.Oleh Ustadzah Nur Hamidah, Lc., M.Ag.

DDHK.ORG – Lisan kita adalah kunci kesuksesan keluarga. Lisan bisa jadi mengetuk pintu langit karena selalu di jaga malaikat dari kanan dan kiri (Qs 50: 17-18), depan dan belakang (Qs 13: 11), serta atas dan bawah (Qs 51: 22-23).

Dengan begitu, jadikan setiap ucapan adalah kebaikan untuk suami dan anak. Jangan sekali-kali remehkan sebuah doa karena ia tersimpan langsung dalam genggaman Allah SWT, bukan di Lauhul Mahfudz.

11 Tipe Lisan

Setidaknya, terdapat 9 tipe lisan. Pertama, lisan yang dapat mengetuk pembelaan pintu langit, sebagaimana dikisahkan dalam Qs 58: 1-4.

Sedangkan hikmah dan hukum di balik kisah tersebut adalah:

  1. Dua opsi manajemen konflik rumah tangga: didiamkan atau dicuekin, maka jadikan ladang sabar, seperti kisah Asiah, istri Fir’aun. Atau, diperpanjang atau dikasuskan, maka diadukan ke pihak yang berwenang untuk mencari solusi.
  2. Berbicara kepada Allah dengan terucap atau dalam hati.

Dalilnya, Qs 50: 16-18 (direkam malaikat Roqib dan Atid), dicontohkan Rosul, Qs 7: 205), Qs 51: 22-23 (disaksikan langit dan bumi), dan Qs 13: 11 (diaminkan malaikat Muaqibat).

Kedua, lisan yang mendisain nasib manusia. Seperti dikisahkan dalam Qs 51: 23. Sebagai contoh, doa Nabi Ibrahim AS (Qs 2: 124-128): “Maka demi Tuhan langit dan bumi, sungguh, apa yang dijanjikan itu pasti terjadi seperti apa yang kamu ucapkan.”

Ketiga, lisan yang dapat mengubah taqdir, seperti dikisahkan dalam Qs 13: 11 dan doa istrinya Imron dalam Qs 3: 35-36. “Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada perlindungan bagi mereka selain Dia.”

Keempat, lisan yang melemahkan saraf kesombongan. Seperti kisah dalam Qs 20: 1-6: “Kami tidak menurunkan Alqur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah. Melainkan, sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah). Diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. Yaitu Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas ‘Arsy. Milik-Nya lah apa yang ada di langit, apa yang ada di bumi, apa yang ada diantara keduanya, dan apa yang ada di bawah tanah.”

Kelima, lisan yang menggugurkan butiran pahala. Sebagaimana dikisahkan dalam Qs 2: 264: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.

Keenam, lisan seorang visioner. Seperti dikisahkan dalam Qs 2: 126: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, ‘Ya Tuhan-ku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.’ Dia (Allah) berfirman, ‘Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”

Ketujuh, lisan terlaknat. Sebagaimana dikisahkan dalam Qs 24: 6-11: “Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka kesaksian masing-masing orang itu ialah empat kali bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya dia termasuk orang yang berkata benar. Dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah akan menimpanya, jika dia termasuk orang yang berdusta. Dan istri itu terhindar dari hukuman apabila dia bersumpah empat kali atas (nama) Allah bahwa dia (suaminya) benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta, dan (sumpah) yang kelima bahwa kemurkaan Allah akan menimpanya (istri), jika dia (suaminya) itu termasuk orang yang berkata benar. Dan sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu (niscaya kamu akan menemui kesulitan). Dan sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat, Maha Bijaksana. Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).”

Kedelapan, lisan yang terjerat hukum. Sebagaimana dikisahkan dalam surat Qs 24: 4: “Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik.”

Juga, sebagaimana dikisahkan dalam Qs 5:89: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia Menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah Menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”

Kesembilan, lisan kemunafikan saat ada saudara kita terkena musibah. Sebagaimana dikisahkan dalam Qs 3:186: “Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.”

Kesepuluh, lisan adu domba yang membuat bangkrut. Seperti dikisahkan dalam Qs 49:6: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”

Dikisahkan, Rasulullah SAW pernah berdiskusi dengan para sahabatnya tentang definisi orang yang bangkrut. “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?” tanya Rasulullah. Para sahabat berpendapat, orang bangkrut adalah mereka yang tidak mempunyai dirham maupun dinar. Ada juga yang berpendapat mereka yang rugi dalam perdagangan. Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada Hari Kiamat dengan banyak pahala shalat, puasa, zakat, dan haji. Tapi di sisi lain, ia juga mencaci orang, menyakiti orang, memakan harta orang (secara bathil), menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Ia kemudian diadili dengan cara membagi-bagikan pahalanya kepada orang yang pernah dizaliminya.

Ketika telah habis pahalanya, sementara masih ada yang menuntutnya maka dosa orang yang menuntutnya dilemparkan kepadanya. Akhirnya, ia pun dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).

Kesebelas, lisan yang menggemparkan malaikat. Yaitu lisan yang senantiasa membaca doa: “Yaa Robbanaa lakalhamdu.”

Etika Berbicara

Ada beberapa hal yang harus diketahui dalam konteks etika dalam berbicara. Yaitu pertama, “alkalaamu fimaa laa ya’nihi” atau ungkapan yang tidak berguna.

Nabi SAW telah bersabda: “Barang siapa mampu menjaga apa yang terdapat antara dua janggut dan apa yang ada di antara dua kaki, maka aku jamin dia masuk surga.” (Muttafaq ‘alaih, dari Sahl bin Sa’ad)

Kadang seseorang mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan dan tanpa dipertimbangkan sebelumnya, sehingga menimbulkan kerugian dan penyesalan. “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat”.(Muttafaq ‘alaih, dari Abu Hurairah)

Untuk itu, kita hendaknya hanya mengucapkan sesuatu yang bermanfaat, karena ucapan yang mubah dapat mengarah kapada hal yang makruh atau haram. “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berbicara yang baik atau diam.” (Muttafaq ‘alaih, dari Abu Hurairah)

Bila seseorang telah mengerti bahwa ia akan dihisab dan dibalas atas segala ucapan lidahnya, maka dia akan tahu bahaya kata-kata yang diucapkan lidah, dan dia pun akan mempertimbangkan dengan matang sebelum lidahnya dipergunakan. “Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkan, kecuali di dekatnya ada malaikat Raqib dan ‘Atid.” (QS. Qaaf (50) ayat 18)

Kedua, fudhulul kalaam atau berbicara yang berlebihan. Lidah memiliki kesempatan yang sangat luas untuk taat kepada Allah dan berdzikir kepadanya, tetapi juga memungkinkan untuk digunakan dalam kemaksiatan dan berbicara berlebihan. Semestinya, kita mampu mengendalikan lidah untuk berdzikir dan taat kepada Allah, sehingga bisa meninggikan derajat kita. Sedangkan banyak berbicara tanpa dzikir kepada Allah akan mengeraskan hati, dan menjauhkan diri dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Menuju surga cepat dengan lisan, menuju nerakapun cepat dengan lisan. Lisan bagai ‘jaring’. Kalau menjaringnya baik, akan mendapatkan hasil yang baik. Sebaliknya, jika tidak, hasilnya akan sedikit dan melelahkan.

Kata orang, lidah tidak bertulang, maka lebih senang mengatakan apa-apa tanpa dipikir. Bahaya lidah ini sebenarnya besar sekali. Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda, “Tiada akan lurus keimanan seorang hamba, sehingga lurus pula hatinya. Tiada akan lurus hatinya, sehingga lurus pula lidahnya. Seorang hamba tidak akan memasuki surga, selagi tetangganya belum aman dari kejahatannya.”

Allah juga telah memberikan batasan tentang pembicaraan agar arahan pembicaran kita bermanfaat dan berdampak terhadap sesama, sebagaimana firman-Nya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shodaqoh atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (Q.S. An-Nisa (4) ayat 114)

Ketiga, al-khoudh fil-baathil atau ungkapan yang mendekati kebatilan dan maksiat. Hasan Al-Bashri semasa mudanya pernah merayu seorang wanita cantik di tempat sepi. Perempuan itu menegur, “Apakah engkau tidak malu? Hasan Al-Bashri menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu mengawasi pula sekelilingnya. Setelah ia yakin di tempat itu hanya ada mereka berdua dan tidak terlihat siapapun, Hasan Al-Bashri bertanya, “Malu kepada siapa? Di sini tidak ada orang lain yang menyaksikan perbuatan kita. Wanita itu menjawab, “Malu kepada Dzat yang mengetahui khianatnya mata dan apa yang disembunyikan di dalam hati.”

Lemaslah sekujur tubuh Hasan Al-Bashri. Ia menggigil ketakutan hanya karena jawaban sederhana itu, sehingga ia bertobat tidak ingin mengulangi perbuatan jeleknya lagi. Karena itulah Rasulullah SAW mengingatkan, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, ucapkanlah yang bermanfaat, atau lebih baik diam saja.”

Orang-orang sufi lebih tekun menggunakan mulutnya untuk berdzikir dari pada berbincang-bincang, memperingatkan dengan prihatin bahwa manusia yang paling sering tertimpa bahaya dan paling banyak mendapatkan kesusahan adalah lidahnya terlepas dan hatinya tertutup. Ia tidak dapat berdiam diri, dan kalau berkata tidak bisa mengungkapkan yang baik-baik.

Keempat, al-miraa’ wal-jadaal atau berbantahan, bertengkar, dan debat kusir. Jidaal adalah menentang ucapan orang lain. Gunanya, untuk menyalahkan secara lafadz dan makna.

Perdebatan dalam isu-isu agama dan ibadah tidak banyak faedah yang didapat, kecuali jika dilangsungkan dengan etika debat yang benar, hormat-menghormati antarpeserta, dan dengan kekuatan ilmiah yang meyakinkan. Biasanya, debat yang tidak dikawal oleh akhlak lebih banyak mengundang kepada pertengkaran dan permusuhan yang merugikan.

Tidak dinafikan, debat merupakan salah satu uslub yang sangat berkesan dalam menyebarkan Islam, dakwah, dan kebenaran. Tetapi, ia adalah langkah ketiga dan terakhir, yaitu setelah terjadi kebuntuan di mana pendekatan dengan hikmah dan nasehat atau pengajaran yang baik tidak berhasil. Itupun dilangsungkan dengan akhlak dan adab yang tinggi.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An Nahl (16) ayat 125)

Buah Menjaga Lisan

Menjaga lisan jelas akan memberikan banyak manfaat. Di antaranya, pertama, akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Abu Hurairah Rad. meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6090 dan Muslim no. 48)

Kedua, akan menjadi orang yang memiliki kedudukan dalam agamanya. Dalam hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab: “(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan Muslim no. 42)

Ketiga, mendapat jaminan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam untuk masuk ke surga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits dari Sahl bin Sa’d: ““Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari no. 6088)

Dalam riwayat Al-Imam At-Tirmidzi no. 2411 dan Ibnu Hibban no. 2546, dari shahabat Abu Hurairah Rad. Easulullah Shallallahu ‘alaihi wassalambersabda: “Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari kejahatan apa yang ada di antara dua rahangnya dan kejahatan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka dia akan masuk surga.”

Keempat, Allah akan mengangkat derajatnya dan memberikan ridha-Nya kepadanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah Rad.:

“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6092)


Disampaikan pada Kajian Online Halaqoh Ibu-Ibu Ekspatriat Hong Kong, Selasa, 24 November 2020.

Baca juga:

×