[Cerpen Sejarah oleh Fatchuri Rosidin]
Pelabuhan Palembang pagi itu sudah terlihat ramai. Puluhan kapal terlihat bersandar di pelabuhan yang berada di tepi sungai Musi itu. Kapal-kapal itu bukan hanya berasal dari Jawa, Kalimantan, dan Aceh, tapi juga dari Arab, Persia, India, dan Cina. Mereka datang untuk membeli hasil hutan dan rempah-rempah yang banyak dihasilkan penduduk Palembang.
Ditemani dua anaknya, Raden Fatah dan Raden Husein, Arya Damar mengunjungi pelabuhan yang menjadi urat nadi Palembang itu. Sepagi ini kapal-kapal dagang sudah terlihat sibuk mengangkut muatan. Mereka biasanya tinggal beberapa minggu untuk berdagang di Palembang. Sebagian mereka terkadang tinggal hingga hitungan bulan menunggu angin muson yang akan membawa mereka pulang. Tak heran, di dekat pelabuhan banyak berdiri perkampungan Arab dan India. Sebagian mereka bahkan menikah dengan warga lokal.
“Sepagi ini bandar Palembang sudah ramai sekali. Ayah sudah berhasil memajukan perdagangan di Palembang,” kata Raden Fatah sambil memperhatikan kesibukan para pedagang di sisi timur pelabuhan.
“Alhamdulillah,” jawab Arya Damar. “Dulu, tak ada satu pun kapal yang mau singgah di sini. Butuh waktu bertahun-tahun ayah membangun kembali bandar Palembang ini menjadi salah satu pusat perdagangan di Nusantara.”
Arya Damar menghela nafas panjang. Pikirannya menerawang ke tahun 1433 M saat ia ditugaskan menjadi Adipati Palembang oleh ratu Majapahit, Rani Suhita. Palembang saat itu benar-benar terpuruk. Perdagangan dengan dunia luar terputus karena wilayah lautnya dikuasai oleh bajak laut Cina yang dipimpin oleh Liang Tau Ming, Cheng Po-ko, Chen Tsui, dan Shi Chin Ching. Kapal-kapal dagang dari Jawa, India, Persia, Arab, dan Cina tak lagi mau berlabuh di wilayah yang pernah menjadi pusat kerajaan Sriwijaya itu.
Arya Damar adalah putera Prabu Wikramawardana yang menjadi raja Majapahit sebelum digantikan Rani Suhita. Dia juga tokoh di balik kesuksesan Majapahit memadamkan pemberontakan Pasunggiri, Bali, dan Bhre Wirabumi. Sayangnya, intrik politik di pusat pemerintahan Majapahit membuatnya tersingkir dari istana. Di tahun 1433, Ratu Majapahit yang juga saudara tirinya, Rani Suhita, mengirimnya ke Palembang, sebuah wilayah yang tak diperhitungkan karena keterpurukan ekonomi.
Meski kecewa dengan penyingkirannya dari istana, Arya Damar mulai membenahi Palembang. Ia pun membentuk pasukan untuk mengusir Liang Tau Ming dan komplotan bajak lautnya. Dalam pertempuran laut itu, ia berhasil mengalahkan dan mengusir mereka.
“Ayah, sejak kapan perkampungan Arab ada di Palembang?” tanya Raden Husein yang berusia sepuluh tahun, membuyarkan lamunannya.
“Orang-orang Arab sudah berdagang di Palembang lebih dari seribu tahun lalu; bahkan sebelum berdirinya kerajaan Sriwijaya. Di masa Sriwijaya, mereka bahkan tinggal di sekitar pelabuhan ini hingga beberapa bulan menunggu angin muson yang akan membawa kapal mereka pulang.”
“Benarkah? Sudah selama itu?” tanyanya terkejut.
“Benar. Di masa kerajaan Sriwijaya, sungai ini jadi salah satu pusat perdagangan dunia. Jauh lebih ramai dibandingkan sekarang. Pedagang-pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India banyak datang ke Palembang,” jawab Arya Damar.
“Apakah Rasulullah pernah ke sini, ayah?” tanya Raden Husein lagi.
Arya Damar tersenyum.
“Rasulullah belum pernah ke Palembang, tapi sahabat-sahabat Rasulullah mungkin pernah. Khalifah Utsman bin Affan pernah mengirimkan utusan yang dipimpin sahabat Rasulullah Sa’ad bin Abi Waqqash ke Cina. Kapal mereka selalu mampir berlabuh di pantai-pantai Sumatera: Aceh, Barus, atau Palembang untuk membeli rempah-rempah, emas, atau kapur barus. Raja Sriwijaya Sri Indrawarman bahkan pernah mengirimkan surat ke khalifah Umar bin Abdul Aziz meminta dikirimkan ahli agama Islam untuk menjadi penasehat di kerajaan Sriwijaya,” jelas Arya Damar.
“Dari mana ayah tahu?”
Arya Damar memberi isyarat mengajak kedua anaknya duduk di kursi panjang yang dibuat syahbandar untuk para pedagang beristirahat atau menunggu kapal bersandar. Kursi itu diletakkan berderet-deret sepanjang tepi pelabuhan sehingga memudahkan orang-orang yang ingin beristirahat atau menunggu kapal datang.
“Waktu awal ditugaskan ke Palembang oleh Rani Suhita, ayah bertemu dengan Tuan Guru Syarif Husein Hidayatullah yang sedang berdakwah di Palembang. Dia yang membuat ayah dulu tertarik dengan Islam. Dari Syarif Husein pula ayah tahu tentang surat Raja Sriwijaya kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kakakmu ini bahkan hafal isi suratnya,” kata Arya Damar sambil menepuk bahu Raden Fatah.
“Benarkah? Apa isi suratnya, Kak?” tanya Raden Husein makin penasaran.
Apa isi surat Raja Sriwijaya kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz? Bagaimana kemudian perkembangan Islam di Palembang hingga berdirinya kesultanan Palembang? Bagaimana perjalanan Raden Fatah berikutnya hingga menjadi Sultan Demak?
Silakan dibaca di ddhk.org dan www.fatchuri.com. [Sumber: www.fatchuri.com]
…
Fatchuri Rosidin adalah Direktur IMZ Consulting, konsultan dan pembicara publik di bidang motivasi, pengembangan SDM, leadership, parenting, dan pemberdayaan masyarakat.