Berinteraksi dengan Hadits

DDHK.ORG — Ada 2 kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap Muslim terkait dengan hadits Nabi SAW. Yakni:

Pertama, mempelajari hadits Nabi SAW. Dalam tingkatannnya, tidak semua orang menjadi ahli hadits, tapi setidaknya berusaha untuk mempelajari hal-hal penting dalam memahami hadits. Seperti:

  1. Mengetahui kitab-kitab rujukan yang mencantumkan kualitas Hadits;
  2. Mempelajari Ulumul Hadis (asbabul wurud, khas, ‘am dll);
  3. Mempelajari cara menyimpulkan dua Hadis yang secara teks bertentangan.

Kewajiban kedua, menjadikannya jalan hidup. Seperti firman Allah Ta’ala:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (الحشر: 7)

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”

Dan, orang yang menjalankan sunnah-sunnah Nabi saw akan mendapatkan bimbingan dari Allah swt.

وما تقرب إلي عبدي بشيء أحب إلي مما افترضت عليه، وما يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به، وبصره الذي يبصر به، ويده التي يبطش بها، ورجله التي يمشي بها، وإن سألني لأعطينه، ولئن استعاذني لأعيذنه

[darsitek number=3 tag=”artikel”]

Fungsi Hadits

Hadits Nabi SAW memiliki beberapa fungsi. Diantaranya:

Pertama, menjelaskan kandungan Al-Qur’an.

وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (النحل: 44)

Termasuk di dalamnya:

  1. Menguatkan Kandungan Al-Qur’an;
  2. Menjelaskan isi Al-Qur’an, seperti mempraktikkan cara shalat;
  3. Mendatangkan hukum yang tidak tercantum dalam Al-Qur’an, seperti mengharamkan menikahi dua perempuan bersaudara.

Kedua, sebagai sumber kedua setelah Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلً (النساء: 59)

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri di antara kalian, kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)

Ketiga, sebagai jalan hidup. Allah berfirman:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّـهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّـهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّـهَ كَثِيرًا (الاحزاب : 21)

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)

Pembagian perbuatan Nabi SAW:

  1. Al-Jabally. Yaitu perbuatan Nabi selaku manusia biasa, seperti; duduknya, berdirinya. Maka jenis ini bukan hujjah yang wajib diikuti.
  2. Bayany, yaitu perbuatan untuk menjelaskan sesuatu, seperti menjelaskan cara shalat, maka ini hujjah yang wajib diikuti.
  3. Tahtbiqy, yaitu perbuatan Rasulullah mempraktekkan sesuatu, ini juga merupakan hujjah;
  4. Khashais Muhammadiyah, hanya Nabi saw yang mendapatkannya dan tidak berlaku pada umatnya bahkan ada yang haram diikuti.

Pembagian hadits berdasarkan kualitasnya:

  1. Hadits Shahih: Digunakan untuk akidah, syari’at dan akhlak;
  2. Hadits Hasan: Digunakan untuk akidah, syariat dan akhlak;
  3. Hadits Dhaif: Digunakan untuk fahilah ‘amal dan akhlak, tidak boleh digunakan untuk akidah dan syariat (hukum);
  4. Hadits Palsu: Tidak boleh digunakan sama sekali, oleh karena itu hati-hati men-share hadits yang didapatkan tapi tidak diketahui asal-usulnya atau belum ada penjelasannya.

Kualitas Hadits Shahih (Kuat): Hadis Shahih adalah level hadis tertinggi kevalidannya dan dijadikan hujjah/dalil untuk segala urusan, baik urusan akidah, hukum dan lainnya.

Adapun syarat-syaratnya:

  1. Bersambung Sanad;
  2. Tidak ada syaz;
  3. Tidak ada illat;
  4. Perawinya adil;
  5. Perawinya kuat ingatan.

[darsitek number=3 tag=”artikel”]

Kualitas Hadits Hasan (Baik): Hadits yang kuat namun tidak sampai derajat shahih dan tetap dijadikan sebagai hujjah. Syarat hadits hasan sama dengan hadits shahih, hanya saja ingatan perawinya tidak sekuat ingatan hadis shahih.

Kualitas Hadits Dhaif (Lemah): Hadis dhaif hanya boleh digunakan untuk fadhilah ‘amal, selama tidak bertentang dengan hadis shahih maupun hasan.

Sebab Dhaif:

  1. Disebabkan terputusnya rawi;
  2. Disebabkan adanya cacat pada rawi;
  3. Ada rawinya yang sering berbohong;
  4. Adanya rawi yang fasiq karena melakukan dosa besar atau dosa kecil yang terus menerus;
  5. Adanya rawi pelaku bid’ah;
  6. Ada rawinya yang tidak dikenal;
  7. Hafalan rawi buruk.

Lalu, bagaimana car akita mendapatkan hadits? Untuk orang Awwam (bukan penekun ilmu agama) harus mendengar langsung penjelasan dari guru. Jika ingin memperkaya dengan bacaan, harus menggunakan syarah hadits, baik berbahasa Arab atau sudah alih bahasa.

Jika menemukan hadits seperti bertentangan secara teks (Mukhtalaf al-Hadits), maka cara memahaminya adalah:

  1. Mengumpulkan riwayat (al-jam’u);
  2. Mengetahui kemungkinan nasikh dan mansukh dari suatu hadits;
  3. Melakukan tarjih riwayat hadits.

Oleh Ustadz H. Muhammad Hanafi, Lc., M.Sy, disampaikan pada kajian Madrasah Perantau Online (MPO) DDHK, Ahad, 4 April 2021.

>>>Sahabat perantau di negara manapun berada bisa mengikuti kajian MPO DDHK tiap hari Sabtu dan hari Ahad, lewat Zoom dan siaran LIVE di Facebook page Dompet Dhuafa Hong Kong (https://web.facebook.com/DDHongkong)