DDHK.ORG — Syaikh Ibnu Hajar rahimahullah menceritakan bahwa ada seorang yang kaya ingin melaksanakan haji ke Baitullah dan ia memiliki harta yang banyak. Harta tersebut dititipkannya kepada seorang yang menurutnya adalah orang yang saleh dan amanah. Maka ia pun menyerahkan hartanya tersebut kepada orang tadi.
Ketika ia kembali dari Mekah Al Mukaromah usai melaksanakan seluruh fardhu fardhu haji, ia mencari orang tersebut di mana ia berada. Ternyata, orang tersebut telah meninggal dunia. Ia pun bingung. Ketika ditanya kepada keluarga dan ahli warisnya, ternyata tidak ada seorangpun yang mengetahui tentang harta itu.
Akhirnya, si orang kaya tersebut pun pergi ke para ulama yang berada di Mekah al-Mukarromah. Mereka mengatakan, “Kamu datangilah sumur Zamzam dan berteriaklah di sana, panggil nama orang yang kamu berikan amanah kepadanya.”
Ia pun datang pada waktu pertengahan malam dan dipanggilnya nama orang yang diberikan amanah kepadanya. “Ya fulan..!!!” Tetapi tidak ada jawaban. Dipanggilnya berkali-kali, tetap tidak ada jawaban.
Dilaporkan hal tersebut kepada para ulama yang ada di Mekah maka mereka mengatakan, “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mungkin ia adalah termasuk orang yang tidak baik. Coba kamu pergi ke Yaman dan datangi sumur yang bernama Barhud. Itu adalah tepinya lembah Jahannam.”
Maka setibanya di sana dipanggilnya nama orang tersebut. “Wahai fulaan di mana emas-emasku? Di mana harta hartaku? Maka si fulan tadi menjawab, “Harta kamu tetap aku simpan, aku pendam, aku tanam di rumah seseorang di kampungku. Aku tak percaya kepada ahli warisku, anak-anakku. Kamu datang dan galilah di sana (ditunjukkan tempatnya). Kamu akan dapatkan harta-harta kamu di sana.”
Orang kaya tersebut bingung mengapa ia berada di dalam tempat orang-orang yang tidak baik. Maka ia bertanya, “Apa yang menyebabkan Kamu berada di sini? Padahal aku menyangka bahwa kamu adalah termasuk orang-orang yang sholeh.”
Maka orang tadi menjawab, “Aku mempunyai saudara perempuan yang miskin dan aku tidak menyapanya. Aku tidak mau berhubungan dengannya, dan aku pun tidak berusaha untuk mendekatinya, tidak ada silaturahmi. Maka disebabkan itulah Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengazabku dan menyiksaku di tempat ini.”
Jubair bin Muth’im Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturrahmi.”
Dalam kitab Tasbiitul fuad dikatakan, “Hubungkanlah tali silaturrahmi, walaupun diputuskan.”
Jadi, sebaik-baiknya seorang muslim adalah ia yang berusaha menyambungkan tali silaturahmi, walaupun orang yang didatangi itu memusuhi dan memutuskan tali silaturrahmi.
Imam Qurthuby mengatakan bahwa ikatan silaturahmi ada dua. Yaitu, ikatan umum dan ikatan khusus.
Yang termasuk ikatan pertama adalah ikatan agama kepada saudara muslim. Kita wajib menyambungkannya dan menunaikan seluruh hak dan kewajiban mereka.
Adapun ikatan yang kedua adalah ikatan khusus dalam kekerabatan keluarga. Maka hendaklah kita berusaha untuk menyambung dan memelihara ikatan tali silaturrahmi.
Mudah-mudahan kita termasuk orang yang menyambung tali silaturrahmi.
Sabda Nabi, “Siapa yang menyambungkan tali silaturrahmi berarti ia menyambungkan dirinya dengan Allah.” (HR. Muslim).
Oleh Ustadz Fauzan Akbar Daulay, Dai Ambassador DDHK 2022. [DDHKNews]