Hukum Menjamak Sholat Setiap Hari Saat Menetap di Negeri Lain

DDHK.ORG – Menjamak sholat menjadi solusi saat sedang di perjalanan. Namun bagaimana hukum orang yang menjamak sholat setiap hari bagi yang menetap di negeri lain atau negeri orang?

Perihal ini pernah dikemukakan Prof. DR. Hasbi As Shiddiqi, orang Aceh yang menetap di Yogyakarta. Kita belum mengetahui dengan pasti, dalil apa yang dijadikan oleh tokoh ini dalam membolehkan jamak sepanjang hari bagi perantau yang menetap di negeri lain.

Namun di dalam hadis Imam Bukhari dan Muslim terdapat riwayat dari Ibn Abbas bahwa Nabi SAW menjamak sholat zuhur dan ashar serta maghrib dan isya’ tanpa sebab.

Di dalam mazhab Syafi’i, seseorang tidak diperkenakan mengambil rukhsoh menjamak sholat atau qoshor kecuali jika ia berniat untuk tinggal minimal 4 hari.

Imam Nawawi mengatakan, seseorang belum disebut menetap apabila baru menginap selama 3 hari. Berdasarkan penjelasan ini, dapat dipahami bahwa rukhsah (keringanan jamak) hanya diperkenankan bagi orang yang tidak menetap.

Namun di dalam hadis-hadis lain ditemukan bahwa Nabi saw menjamak shalat saat menetap lebih dari 4 hari. Ini sebagaimana dilakukannya saat fathu Makkah dan masa-masa perang. Pendapat ini disepakati oleh mazhab Malikiyyah.

Dari sisi lain, kasus ini termasuk kepada Al Jam’u fi Al Hadhr (menjamak sholat saat mukim), karena seseorang yang menetap di suatu negara selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun tidak bisa disebut lagi sebagai musafir.

Adapun hadis Ibn Abbas diatas tidak dapat diamalkan begitu saja, catatan ini dikemukakan oleh Imam At Tirmidzi (w. 279 H.) di dalam kitab Al “Ilal bahwa semua hadis di dalam kitab sunan At Tirmidzi boleh diamalkan kecuali 2 hadis, salah satunya adalah hadis Ibn Abbas tersebut.

Ini berbeda dengan Imam Muhammad bin Sirin yang memperbolehkannya selama tidak dijadikan kebiasaan setiap hari.

Di antara para Imam Mujtahid yang paling longgar dalam menjelaskan jamak sholat adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Ini sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid Saabiq dalam Fiqh Assunnah, namun kelonggaran tersebut tidak prenah memperkenankan seseorang yang menetap di negeri lain untuk menjamak shalat setiap hari. Wallahu a’lam. [DDHK News]

Exit mobile version