Bolehkah Nilep Uang Belanja Majikan untuk Ganti Lembur yang Tidak Dibayar?

Bolehkah Nilep Uang Belanja Majikan untuk Ganti Lembur yang Tidak Dibayar?

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum, Ustadz.

Saya mau tanya. Majikan saya baik banget. Tapi pas gajian bulan Oktober 2020, seharusnya kan saya dapet uang lembur tanggal 26 Oktober, namun tidak dikasih.

Katanya, itu bukan libur pekerja rumah tangga. Sedangkan teman-teman saya pada dapet dan bilang itu hari libur pekerja rumah tangga.

Yang saya tanyakan, saya kan memegang uang belanja majikan, jumlahnya cukup bayak. Kalau belanja, majikan tidak pernah minta hitung-hitungannya alias tidak pernah minta totalan. Jadi, untuk belanja saya bebas menggunakan uang tersebut, berapa saja, tidak dibatasi.

Karena saya malu untuk menanyakan soal uang lembur tanggal 26 Oktober, bolehkah saya ambil hak uang lembur saya yang tanggal 26 Oktober itu dari uang belanja majikan tanpa sepengatahuan dia?

Terima kasih, Ustadz.

Salam,

Fulanah

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Pada dasarnya, bekerja adalah suatu jihad fi sabilillah karena termasuk perjuangan seseorang untuk mendapatkan harta yang nantinya akan dinafkahkan untuk keluarganya. Tidak ada satupun pekerjaan yang bebas dari fitnah, cobaan, ataupun risiko, terlebih bekerja di negeri orang nun jauh dari negeri sendiri. Tentu, banyak sekali perbedaan yang harus siap kita hadapi.

Sudah menjadi kewajiban bagi majikan atau pengusaha untuk memberikan hak gaji sesuai dengan kesepakatan, bahkan tidak boleh menunda, sebagaimana ada hadits dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah).

Artinya adalah, memberikan hak gaji kepada pekerja harus dilakukan segera dan tidak boleh menundanya jika ia mampu.

Adapun masalah mengambil sebagian harta majikan tanpa sepengetahuannya karena ia tidak memberikan jumlah gaji yang sesuai menurut syariat memang bukan tergolong sebagai pencuri, karena ia mengambil yang memang menjadi haknya. Hal ini berdasarkan pada kisah Hindun binti Utbah yang mengadu kepada Rasulullah saw akan suaminya Abu Sufyan bin Harb yang pelit sehingga tidak memberikan nafkah yang pantas untuk keluarganya. Rasulullah pun bersabda: “Ambillah untukmu dan anak-anakmu secukupnya (dengan makruf)”.

Akan tetapi dalam kasus majikan yang tidak menepati upah sesuai perjanjiannya akan lebih baik jika kita selesaikan dengan musyawarah yang baik dengan melibatkan pihak-pihak yang bisa berperan banyak mencari jalan keluar tersebut.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Salam!

Dijawab oleh: Ustadz Very Setiyawan, Lc., S.Pd.I., M.H.

Catatan Redaksi: Hong Kong memiliki 12 hari libur nasional yang juga berlaku untuk pekerja migran Indonesia sebagai pekerja rumah tangga. Namanya, statutory holidays.

Pada tahun 2020, salah satu hari libur tersebut, yakni hari peringatan Chung Yeung Festival yang jatuh pada tanggal 25 Oktober, bertepatan dengan hari Ahad/Minggu/Sunday. Artinya, jika seorang pekerja migran Indonesia biasa mendapatkan hari libur pekanan/mingguan di hari Ahad, maka jika ia libur pada tanggal 25 Oktober 2020, itu adalah hak libur mingguan.

Lalu, bagaimana dengan hak libur Chung Yeung Festival? Otomatis, bergeser ke hari Senin, 26 Oktober 2020, dan harus tetap diberikan oleh majikan. Jika tetap bekerja di tanggal 26 Oktober, maka berdasarkan peraturan Hong Kong, majikan harus mengganti hari liburnya di hari lain.

Tapi kalau hari libur mingguannya bukan di hari Ahad, lalu pada tanggal 25 Oktober 2020 diberikan libur, maka berarti yang libur di tanggal itu sebagai pemberian hak libur di hari Chung Yung Festival.

Sahabat Migran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan?

Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419.[DDHK News]

Exit mobile version