Tuntutan Rasulullah dalam Bermuamalah

Keharusan mengetahui petunjuk Rasulullah SAW

Dari sini dapat diketahui urgensi kebutuhan hamba yang tidak bisa ditawar tawar lagi untuk mengetahui petunjuk yang dibawa Rasulullah SAW. Sebab, tidak ada jalan untuk mendapatkan keberuntungan kecuali lewat petunjuk itu.

Yang baik dan yang buruk tidak bisa dikenali secara terinci kecuali dari sisi petunjuk itu. Apapun kebutuhan yang datang dan apapun urgensi yang muncul, maka urgensi hamba dan kebutuhannya terhadap Rasul ini jauh lebih penting lagi.

Apa pendapatmu tentang orang yang engkau pun sudah putus asa untuk memberinya petunjuk? Tidak ada yang bisa merasakan hal ini kecuali hati yang hidup. Sebab orang yang mati tidak lagi merasakan sakit.

Jika kebahagiaan tergantung kepada petunjuk Rasulullah SAW, maka siapapun yang menginginkan keselamatan bagi dirinya harus mengenal dan mengetahui petunjuk, sirah, dan kedaan beliau, agar dia terbebas dari jerat orang orang yang bodoh. Dalam hal ini manusia ada yang mendapat sedikit, mendapat banyak, dan ada pula yang sama sekali tidak mendapatkannya. Karunia hanya ada di tangan Allah, yang diberikan kepada siapa pun yang dikehendakiNya.

Tuntutan Rasulullah dalam bermuamalah

Rasulullah saw adalah orang yang paling bagus dalam bermuamalah. Jika meminjam sesuatu dari orang lain, maka beliau mengembalikannya lebih bagus dari yang dipinjamnya, dan beliau pasti mengembalikannya sambil mendoakan orang yang memberikan pinjaman kepada beliau:

“Barokallah laka fi ahlika wa malika. Innama jaza’us salafil hamdu wal ada’.” (Semoga Allah memberkahi bagimu dalam keluargamu dan hartamu. Sesungguhnya pahala pinjaman ialah pujian dan pemenuhan). (Diriwayatkan An Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Beliau pernah meminjam (berhutang) 40 sha’ bahan makanan dari seseorang. Pada saat yang sama ada seorang Anshar yang membutuhkannya, maka beliau memberikan bahan makanan itu kepada orang Anshar.

Beliau bersabda, “Setelah ini dia tidak akan datang kepada kami untuk meminta sesuatu pun.”

Orang yang dipinjami itu siap siap akan mengatakan sesuatu. Tapi beliau cepat cepat berkata, “Janganlah kamu berkata kecuali yang baik. Aku adalah sebaik baik orang yang meminjam,” maka beliau mengembalikan bahan makanan itu dua kali lipat atau 80 sha’.

Beliau juga pernah meminjam seekor onta. Lalu pemiliknya mendatangi beliau untuk menagih, sambil mengeluarkan perkataan yang keras. Pasa rahabat yang mendengarnya siap siap utuk bertindak terhadap orang itu. Namun beliau bersabda, “Biarkan dia, karena orang yang mempunyai hak berhak untuk berkata.”

Suatu kali beliau hendak membeli sesuatu. Tapi ternyata uang beliau tidak mencukupi. Maka harganya diturunkan.

Lalu barang itu beliau jual lagi sehingga mendatangkan untung yang banyak. Lalu keuntungan itu beliau sedekahkan kepada para janda dari Bani Abdul Muththalib, lalu beliau bersabda, “Aku tidak akan membeli sesuatu pun setelah ii kecuali jika aku mempunyai uang yang cukup.”

Ada seorang Yahudi yang menjual barang kepada beliau dengan jangka waktu tertentu yang sudah disepakati bersama. Tapi sebelum jatuh tempo, orang Yahudi itu mendatangi beliau untuk menagih pembayaran. Beliau memberitahu, “Sekarang belum jatuh tempo.”

Orang Yahudi itu berkata dengan keras, “Kalian orang orang Bani Abdul Muthtthalin memang suka mengulur ulur waktu.”

Para sahabat yang mendengarnya hendak berbuat sesuatu kepada orang Yahudi itu. Tapi beliau melarang mereka.

Kekerasan orang Yahudi itu justru membuat beliau bertambah lemah lembut. Maka orang Yahudi itu berkata, “Segala sesuatu dari tanda tanda kenabian yanga da pada diri beliau sudah diketahui, dan tinggal satu saja yang belum diketahui, yaitu kekerasan orang yang tidak tau tentang diri beliau justru membuat beliau bertambah lemah lembut. Karena itu aku ingin mengetahuinya.” Kemudian orang Yahudi itu masuk Islam.

Dinukil dari terjemahan kitab Zadul Ma’ad (Bekal Perjalanan ke Akhirat) karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah [DDHKNews]

Exit mobile version