TK Islam Berperan dalam Integrasi Muslim di Jerman

DDHK News, Jerman — Salih sedang bermain dengan teman-temannya. Ia menggunakan bahasa Turki dan Jerman secara bergantian. Anak-anak lain di TK Halima biasanya menguasai bahasa Arab dan Jerman.

Ayah Salin, Mesut Palanci, adalah ketua perhimpunan pengelola taman kanak-kanak tersebut. Ia turut terlibat dalam upaya pendirian TK tersebut 15 tahun yang lalu. TK Halima termasuk salah satu taman kanak-kanak Islam pionir di Jerman.

Sebelum Halima baru ada dua taman kanak-kanak serupa. Satu diantaranya, TK Islam di München, ditutup beberapa tahun yang lalu karena dicurigai berpaham Islam radikal.

“Kami bukan pesantren”

Ide mendirikan taman kanak-kanak di kota Karlsruhe yang disesuaikan dengan kebutuhan orangtua beragama Islam muncul di tahun 1993. Motivasi utama saat itu adalah mengajarkan anak-anak tentang materi agama seperti berdoa, atau hari besar penting seperti Ramadhan dan Idul Fitri.

Beberapa orangtua menjalani pengalaman negatif di taman kanak-kanak lain. Tidak ada empati bagi mereka yang beragama Islam. Seperti misalnya makanan tanpa daging babi. Demikian kisah Mesut Palanci. 1994 perhimpunannya didirikan.

Baru lima tahun kemudian, ijin mendirikan taman kanak-kanak Islam berhasil mereka dapatkan. Pihak yang berwenang ingin mengetahui secara rinci konsep pedagogik mereka, khususnya di bagian agama.

Karena tidak ada yang tahu apa yang seharusnya dituliskan, Palanci dan orangtua lainnya menyalin konsep TK Kristen. Kata “Yesus” mereka ganti dengan “Nabi Muhammad”.Pada akhirnya, proposal tersebut mencapai 56 halaman ukuran A4. Palanci menegaskan, Islam hanya bagian kecil dari proses pendidikan anak. “Kami sangat terbuka”, jelasnya. “Tidak akan ada khotbah dan tidak ada yang harus menghafalkan ayat Al-Quran disini.”Ketakutan akan tendensi radikal

Marion Steck dari kantor urusan anak dan remaja di negara bagian Baden-Württemberg mengenal masalah ini. Kantornya yang bertugas memberikan ijin atau menolak pendirian sebuah taman kanak-kanak. Semua proposal akan diteliti secara seksama terlebih dahulu.

“Kami juga akan memeriksa latar belakang sang penanggung jawab”, jelas Steck. Mereka harus memastikan tidak ada hal negatif seperti kegiatan ekstrim sebuah agama yang bisa kontraproduktif. Pengurus perhimpunan di balik TK Halima lolos dengan nilai bagus.

Ini terbukti dengan tanggapan positif dari orangtua anak-anak di TK tersebut. Daftar tunggu untuk bisa diterima disana sangat panjang. Banyak yang langsung mendaftarkan anaknya setelah baru dilahirkan.

“Sayangnya masih terlalu sedikit anak beragama Kristen yang mendaftar”, ujar Mesut Palanci dengan kecewa. Ini bisa menjadi campuran yang baik dan mungkin bisa turut membantu untuk mengurangi rasa takut pada agama Islam.

Beberapa orangtua Jerman mungkin mengidentifikasi Islam dengan organisasi teror. Padahal mereka bisa menarik keuntungan dengan memasukkan anak mereka ke TK Halima. Karena dibandingkan dengan banyak TK Kristen, Halima punya dana lebih besar dan staf lebih banyak.Bisa bicara bahasa Jerman

?eyma Bozkurt dan Mirela Dedajic sudah bekerja di TK Halima sejak awal berdirinya. Kedua pendidik ini keturunan Turki dan Bosnia dan menguasai bahasa Jerman dengan sempurna.

Seyma Bozkurt mengenakan jilbab. Perempuan berusia 36 tahun ini mengatakan, anak-anak tidak peduli apa yang ia pakai. Lagipula Mesut Palanci mempekerjakannya justru karena jilbabnya.

Palanci mengakui hal tersebut. Ia menyebutnya “diskriminasi positif”. Di fasilitas pendidikan di perkotaan, perempuan berjilbab akan kesulitan mendapat pekerjaan. Ia sering melihat perempuan yang harus melepaskan jilbabnya sebelum berangkat bekerja dan baru mengenakannya setelah selesai jam kerja. “Ini seperti pemisahan manusia dan saya turut merasa terluka”, ujar Palanci.

Campuran sempurna

TK Halima turut berperan dalam integrasi kaum muslim di Jerman. Biasanya ibu muslim yang berkarir akan mengambil cuti melahirkan dan membesarkan anak untuk waktu yang lama.

Sejak ada TK Islam, semakin banyak ibu yang berani kembali bekerja lebih awal. Dalam 1,5 tahun lagi, TK Halima kedua akan dibuka di Karlsruhe. Anak-anak mulai umur 1 tahun sudah diterima disana. Para pengelola berharap, dengan demikian akan semakin banyak anak beragama Kristen yang didaftarkan. (DW.DE).*

Exit mobile version