Tausiyah Milad Al-Khoiriyah Bahas Kebahagiaan Hakiki

DDHK News, Hong Kong — Setiap manusia di dunia ini pasti mendambakan kebahagiaan. Seluruh potensi, pemikiran, waktu, dan aktivitas kerja yang dilakukan tujuannya hanya satu, yaitu untuk mencari kebahagiaan.

“Yang menjadi pertanyaan adalah apakah standar kebahagiaan itu? ” kata da’I Cordofa DDHK Ust. Yayat Sudrajat dalam tausiyahnya di peringatan milad ke-10 Majelis Al-Khoiriyah BMI Hong Kong, Ahad (1/6), di Victoria park, Causeway Bay.

Dikemukakannya, kebanyakan manusia menilai standar kebahagiaan menurut pandangan pribadinya. Kalau kita ditanya satu per satu tentang standar kebahagiaan, kemungkinan jawabannya akan berbeda-beda.

Seseorang yang belum menikah dan mau menikah, ketika ditanya tentang kebahagiaan, kemungkinan akan menjawab mereka bisa bahagia ketika sudah menikah. “Tapi apakah jaminan kalau sudah menikah mereka akan hidup bahagia?”

Ust. Yayat melanjutkan, seseorang yang sudah menikah lama, belum punya anak, ketika ditanya tentang kebahagiaan kemungkinan akan menjawab mereka akan bahagia kalau sudah punya anak.

Seseorang yang menginginkan harta kekayaan tapi dia belum kaya ketika ditanya tentang kebahagiaan, mereka akan menjawab mereka bisa bahagia ketika sudah menjadi orang kaya. “Tapi apakah jaminan saat mereka sudah kaya hidupnya pasti bahagia?”

Dikemukakannya, begitu banyak cerita-cerita tentang orang-orang yang sudah memiliki kekayaan dan popularitas, tapi hidupnya tidak kunjung bahagia. Ada diantara mereka yang terjerumus ke dalam dunia narkoba, bahkan ada juga yang memutuskan bunuh diri.

“Saya baca di internet bahwa di Swiss ada satu klinik bunuh diri untuk mempercepat kematian dengan biaya yang sangat mahal. Didirikan sekitar empat tahun yang lalu dengan jumlah pasien jutaan orang yang memilih untuk bunuh diri di klinik tersebut,” ungkapnya.

“Kenapa sampai ada klinik bunuh diri dan yang mendaftar ke klinik tersebut adalah orang-orang kaya?”

Kita pun mungkin mengetahui di negara Jepang ada istilah bunuh diri ala Jepang, yaitu harakiri. Kenapa sampai ada istilah seperti ini? Negara maju dengan tingkat perekonomian dan teknologi yang luar biasa, tapi ternyata bunuh diri sudah menjadi budaya. Kenapa hal itu terjadi? Karena kekayaan yang mereka miliki tidak menjadikan hidupnya bahagia. Lalu dimanakah letaknya kebahagiaan itu?”

Ust. Yayat melanjutkan tausiyahnya dengan mengemukakan kisah seorang ulama, Imam Ibnu Taimiyah, yang mengatakan betapa malangnya penduduk dunia yang keluar dari dunia ini tanpa sempat merasakan hal yang paling manis di dalamnya.

Beliau pun kemudian ditanya ,”Apakah gerangan hal yang paling manis di dunia?” Beliau menjawab, ”Mencintai Allah Swt adalah yang yang paling manis di dunia.”

“Adakah di antara kita yang pernah jatuh cinta?” tanya Ust. Yayat retoris. “Kemungkinan semua kita pernah jatuh cinta, kira-kira apa tanda- tanda paling dominan orang yang jatuh cinta? Di antara tanda paling dominan orang yang jatuh cinta adalah banyak mengingatnya. Saat seseorang jatuh cinta pasti banyak mengingat siapa yang dicintainya. Setiap kondisi dan waktu selalu mengingat orang yang dicintainya.”

“Bagaimanakah saat kita mencintai Allah Swt, berapa menitkah dari waktu yang kita miliki selama 24 jam untuk mengingat Allah Swt? Kapankah kita mengingat Allah Swt? Setiap waktu dan kondisi kita diusahakan terus mengingat Allah Swt.”

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi , dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring” (QS. Ali Imron: 190-191).

Ust. Yayat mengingatkan, saat kita bisa selalu bedzikir mengingat Allah dalam setiap kondisi kita, maka Allah akan karuniakan kepada kita ketenangan hati dan ketenangan hati ini adalah faktor utama kebahagiaan. Jadi kebahagiaan yang hakiki adalah saat hati kita tenang.

”(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tentram”. (QS. Ar-Ra’d:28).

Ketenangan hati menjadi modal utama untuk menjalani kehidupan dunia ini. Saat hati kita tenang, maka insya Allah kita akan lebih bijak dan sabar dalam menghadapi setiap problematika kehidupan.

Sesungguhnya setiap masalah yang kita hadapi adalah ujian dari Allah Swt untuk menguji kita bagaimana menyikapi setiap masalah yang dihadapi.

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah- buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS.2:155).

“Jadi ketenangan hati menjadi bekal kebahagiaan hakiki, bukan hanya kebahagiaan di dunia, tapi juga kebahagiaan di akhirat, dan ketenangan hati ini bisa dihasilkan dari ibadah serta dzikir yang dilakukan,” terangnya. (Amy Utamy/localhost/project/personal/ddhongkong.org/ddhongkong.org).*

Exit mobile version