ArtikelHikmah

Sedekah Berpahala Haji Mabrur

Suatu waktu, Ibnu Mubarok (Abdullah bin Mubarok, ulama besar asal Khurasan) berhaji. Setelah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji, ia tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu ada yang berkata, “Wahai Ibnu Mubarok, semua orang yang berhaji tahun ini tidak ada yang diterima. Yang diterima hanya hajinya si Ali (menurut sumber lain pria tersebut bernama Muwaffaq).”

Ibnu Mubarok kaget, langsung terbangun. “Astaghfirullahal’azhim,” gumamnya.

Namun ia kemudian tertidur lagi dan bermimpi lagi, dengan mimpi yang sama. Ia bangun lagi, kaget. Tak sengaja, ia ketiduran lagi. Lalu bermimpi lagi, mimpinya sama lagi.

Ibnu Mubarok dalam mimpinya seperti dikasih tau bahwa orang bernama Ali yang mendapatkan predikat Haji Mabrur itu tinggal di Bashrah atau Kufah, salah satu provinsi di Irak.

Karena penasaran, sepulang haji dicari siapa ini Ali. Biasanya, orang yang berhaji itu dikiranya orang kaya. Ternyata Ali ini tukang sol sepatu.

Akhirnya Ali ditanya, “Ali, apakah kemarin Anda berangkat haji?”

“Tidak,” jawab Ali.

“Tidak berangkat haji..?” Ibnu Al-Mubarak pun tambah kaget.

Ternyata, Ali memang berniat haji, dan harusnya berangkat tahun itu, namun tidak jadi berangkat.

“Kenapa Anda tidak jadi berhaji, Ya Ali?” tanya Ibnu Al-Mubarak.

Ali pun menceritakan kisah dirinya gagal berangkat haji. Sebetulnya dia sudah siapkan bekal untuk berhaji (menurut sumber yang lain disebutkan, selama 40 tahun Ali menyiapkan bekal untuk dapat berhaji Bersama istrinya. Ia pun berhasil mengumpulkan uang 350 dirham atau uang perak, hasil usaha sol sepatu). Namun, sebelum berangkat, istrinya yang sedang mengidam, mencium aroma daging yang sedang dipanggang tetangganya.

“Suamiku, tolong mintakan daging yang aromanya sedap ini ke tetangga kita,” pinta istri Ali.

Ali pun menjawab, “Malu lah, masa minta. Saya belikan saja ya.”

“Tidak, saya maunya sekarang juga,” jawab istrinya.

Ali akhirnya mendatangi tetangga yang sedang memasak daging tersebut, yang ternyata adalah seorang ibu-ibu.

“Bu, bolehkah saya minta dagingnya sedikit saja, untuk istri saya yang sedang mengidam,” ujar Ali.

Si ibu tersebut menjawab, “Jangan, Tuan. Daging ini haram untuk Anda.”

“Loh, kenapa?” tanya Ali.

“Ini adalah bangkai keledai. Saya terpaksa ambil, saya iris dagingnya, karena anak saya sudah tiga hari tidak makan. Jadi bagi kami halal, daripada anak saya mati. Daging ini saya panggang, supaya bau bangkainya tidak terasa.” Demikian kata si ibu, menjelaskan.

“Astaghfirullahal’azhim,” gumam Ali.

Akhirnya, Ali pun mengambil uang tabungan hajinya dan diberikannya uang itu kepada ibu tersebut. “Ini untuk membeli makanan buat anak ibu,” kata Ali.

Ali pun batal berangkat haji.

Tapi ternyata, Allah Ta’ala telah memberikan Ali pahala haji mabrur, karena kebaikan sedekahnya tersebut. Santunannya kepada anak yatim, orang miskin dan terlantar itulah hajinya Ali dalam pandangan Allah Ta’ala.

Kisah ini disampaikan Ustadz Sukron Makmun, saat bertausiyah jelang shalat tarawih berjamaah di Majelis Taklim Indonesia Macau (MATIM), Selasa (14/5/2019)

Baca juga:

×