Muraqabatullah

Muraqabatullah

Allah SWT berfirman, “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al-Hadid Ayat 4)

Rosulullah SAW juga bersabda, “Bertakwalah kamu kepada Allah di manapun kamu berada. Iringilah kejelekan yang telah kamu lakukan dengan kebaikan, yang akan dapat menghapus kejelekan tersebut. Dan pergauilah orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad)

Pendahuluan: kisah Ummu Amarah

Al-Hafidz Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh Dimasyq mengisahkan bahwa di zaman Umar bin Khattab banyak terjadi kecurangan yang dilakukan oleh para penjual susu. Mereka menyampur susu dengan air agar mendapatkan keuntungan lebih banyak. Umar pun melarang itu dan memerintahkan orang-orangnya untuk mengumumkan di pasar-pasar Madinah.

Pada suatu ketika, pada malam hari, Umar yang sedang berkeliling mengontrol suasana dan kondisi rakyatnya di malam yang gelap dan sepi, beliau mendengar seorang wanita sedang berbicara kepada anak perempuannya.

“Anakku, coba kamu campurkan susu itu dengan air!”

“Ibu, saya tidak pernah mendengar keteguhan pendapat Amirul Mukminin (Umar bin Khattab) seperti ini,” jawab anaknya.

Sang ibu bertanya, “Apa sebenarnya keteguhan seorang Umar yang kamu maksudkan, anakku?”

“Suara hati yang memanggilnya mengatakan, tidak boleh susu dicampur dengan air,” jawab anaknya.

Wanita penjual susu itu berkata, “Sudahlah anakku, cepat campurkan susu itu dengan air! Kamu di tempat yang aman. Umar tidak akan tahu apa yang kamu lakukan. Tidak ada yang melaporkan itu kepada Umar.”

Mendengar perkataan ibunya, gadis itu berkata, “Ibu, walaupun Umar bin Khattab tidak mengetahuinya, tapi demi Allah saya sangat menghormati dan patuh kepada Umar, baik di hadapan orang banyak maupun di belakangnya.”

Mendengar perkataan ibunya, gadis itu berkata, “Ibu, walaupun Umar bin Khattab tidak mengetahuinya, tapi demi Allah saya sangat menghormati dan patuh kepada Umar, baik di hadapan orang banyak maupun di belakangnya.”

Keesokan harinya, setelah bangun pagi, Umar berkata kepada Ashim, anaknya. “Ashim, pergilah ke suatu tempat di daerah ini. Engkau akan bertemu dengan seorang gadis. Kalau dia tidak sibuk bekerja, maka persuntinglah dia menjadi istrimu. Semoga Allah memberimu keturunan darinya,” kata Umar.

Firasat Umar manjur dan tepat. Ternyata benar, akhirnya putranya itu mempersunting anak perempuan dari wanita penjual susu itu. Mereka diberi anugerah keturunan yang saleh. Isti Ashim melahirkan anak perempuan yang kemudian dinikahi oleh Abdul Aziz bin Marwan. Hasil dari pernikahan ini akhirnya melahirkan Umar bin Abdul Aziz yang dikenal sebagai seorang khalifah yang adil.

Pendahuluan: kisah Ibnu Umar dan penggembala kambing

Dikisahkan oleh Abdurrahman Ibnul Jauzi dalam kitab Sifatus Shofwah bahwa ketika Abdullah bin Umar RA dan sahabatnya sedang asik makan, lewatlah seorang anak laki-laki penggembala. Abdullah bin Umar RA, memanggil anak laki-laki tersebut, serta mengajaknya untuk bergabung makan bersama.

“Wahai anak kecil pengembala, kemarilah!” ujar Abdullah bin Umar RA. Perlahan langkah kecilnya terus mendekat ketempat makan Abdullah bin Umar RA dengan sahabat.

“Marilah, makan bersama-sama dengan kami,” lanjutnya.

“Terima kasih, akan tetapi saya sedang berpuasa,” jawab anak laki-laki penggembala tersebut.

“Hai anak penggembala, di hari yang begitu panas seperti ini engkau berpuasa sembari menggembala kambing juga?” ujar Abdullah bin Umar RA.

“Tuan, api neraka itu lebih panas lagi,” jawab anak tersebut.

“Kamu benar. Kalau begitu, bolehkah kami membeli satu ekor kambing darimu?” ucap Abdullah bin Umar RA.

“Kambing-kambing ini bukan milik saya, tetapi milik majikan saya,” jawab anak gembala.

Abdullah lalu berkata: “Kamu bisa menjual satu dari kembing itu. Lalu uang hasil dari penjualannya bisa kamu belikan apa yang kamu butuhkan. Kita makan dagingnya sama-sama. Selanjutnya, katakan saja kepada majikanmu bahwa serigala telah memakan kambing tersebut. Apalagi majikanmu tidak melihatnya, tentu dia akan percaya terhadap perkataanmu. Bagaimana, kamu setuju?” ucap Abdullah bin Umar RA.

“Lalu di mana Allah? Di manakah Allah?” jawab penggembala tersebut.

Abdullah bin Umar RA menangis mendengar perkataan anak gembala tersebut.

“Di manakah Allah?” ujar Abdullah bin Umar RA sambil diiringi tangisan.

Lalu, Abdullah bin Umar RA membeli seluruh kambing majikan anak gembala tersebut. Kambing-kambing tersebut ia hadiahkan kepada anak laki-laki penggembala tersebut.

Apa itu muraqabatullah?

Muraqabah secara bahasa artinya mengawasi, memantau, memperhatikan.

لَا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلَا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ إِلَّا مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا

“Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu. (QS Al-Ahzab: 52)

Secara istilah muraqabah artinya keyakinan seorang hamba dan keyakinannya bahwa Allah selalu mengawasinya secara zahir dan batin. Tidak ada sesuatu apapun yang terlepas dari pantauan Allah SWT.

Ibnul Mubarak pernah berkata kepada seseorang: “Jadikan Allah selalu mengawasimu.” Orang itu berkata: “Maksudnya seperti apa?” Ibnul Mubarak Menjawab: “Jadilah seakan-akan kamu senantiasa melihat Allah.”

Al-Harits Al-Muhasibi ditanya tentang Muraqabah, lalu dia menjawab: “Pengetahuan dalam hati bahwa Allah selalu dekat denganmu.”

Manfaat muraqabatullah

  1. Bukti keimanan. “Tiga perkara yang apabila seseorang melakukannya dia akan merasakan manisnya iman: (1) Seseorang beribadah kepada Allah saja, tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, (2) Seseorang mengeluarkan zakat malnya setiap tahun, tidak mengeluarkan yang tua, yang jelek, atau yang sakit. Namun, dibayarkan dari harta kalian yang pertengahannya, karena Allah tidak meminta yang terbaik kepada kalian, juga tidak memerintah yang terjelek. (3) Seseorang membersihkan jiwanya.” Ada yang bertanya, “Apakah yang dimaksud membersihkan jiwanya?” Rasululllah n menjawab, “Dia meyakini bahwa Allah bersamanya (mengawasi dan mengetahui) di mana pun ia berada.” (HR. ath-Thabarani dan al-Baihaqi)
  2. Melahirkan takwa. “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS An-Nisa: 1)
  3. Menumbuhkan rasa malu. “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu,” sabda Rasulullah. Mendengar Rasulullah bersabda, kemudian sahabat berkata, “Wahai Nabi Allah, sungguh kami telah merasa malu. Alhamdulillah.” Kemudian, Rasulullah bersabda: Bukan itu yang aku maksud! Akan tetapi, malu kepada Allah yang sebenarnya itu, kamu menjaga kepala dengan segala yang di kandungnya, menjaga perut dengan segala isinya, dan senantiasa mengingat maut dengan segala siksanya. Barang siapa melakukan semua itu, ia telah merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya.’‘ (HR Tirmidzi dan Hakim)
  4. Menghindarkan diri dari maksiat. Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Rasulullah saw bersabda: “Para malaikat berkata: Hamba-Mu itu bermaksud melakukan kejahatan. Padahal Tuhannya lebih berjaga-jaga daripada dia. Kemudian Dia (Tuhan) berkata: Awasilah dia; jika dia melakukan (kejahatan), tulislah atas namanya tetapi jika dia enggan melakukannya, tulislah satu kebaikan untuk dia, karena dia berhenti melakukannya karena takut kepada-Ku.” (HR Bukhari).
  5. Memperbaiki diri. “Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu?” Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim 102).
  6. Mendorong keikhlasan. Al-Hasan Al-Basri berkata: “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berpikir dalam setiap urusannya. Apabila karena Allah maka dia akan melakukannya, dan apabila karena selainnya maka akan dia akhirkan.”
  7. Melembutkan hati. “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, lantas orang yang lain pun berdo’a, “Ya Allah, dahulu ada puteri pamanku yang aku sangat menyukainya. Aku pun sangat menginginkannya. Namun ia menolak cintaku. Hingga berlalu beberapa tahun, ia mendatangiku (karena sedang butuh uang). Aku pun memberinya 120 dinar. Namun pemberian itu dengan syarat ia mau tidur denganku (alias: berzina). Ia pun mau. Sampai ketika aku ingin menyetubuhinya, keluarlah dari lisannya, “Tidak halal bagimu membuka cincin kecuali dengan cara yang benar (maksudnya: barulah halal dengan nikah, bukan zina).” Aku pun langsung tercengang kaget dan pergi meninggalkannya padahal dialah yang paling kucintai. Aku pun meninggalkan emas (dinar) yang telah kuberikan untuknya. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini.” Batu besar itu tiba-tiba terbuka lagi, namun mereka masih belum dapat keluar dari goa.” (HR Bukhari Muslim)
  8. Menghilangkan ketakutan. Berkatalah mereka berdua: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas”. Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”. (QS Taha: 45-46).
  9. Memberikan ketenangan. Diriwayatkan dari Anas, bahwa Abu Bakar telah menceritakan kepadanya, dia berkata: “Ketika berada di dalam gua, aku berkata kepada Nabi (ﷺ): ‘Seandainya salah seorang dari mereka melihat ke bawah kakinya, maka dia akan melihat kita di bawah kakinya.’ Maka dia berkata: ‘Wahai Abu Bakar! Bagaimana pendapatmu tentang dua orang, yang ketiganya adalah Allah?'” (HR Bukhari Muslim)
  10. Menumbuhkan kesabaran. “Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika engkau bangun.”(QS. At-Tur: 48)
  11. Menumbuhkan semangat. “Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Hud: 37)
  12. Abdullah bin ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– menceritakan, suatu hari saya berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. (HR Tirmidzi)
  13. Mendapatkan ampunan. Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak terlihat oleh mereka, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Mulk: 12)
  14. Balasan surga. Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya) (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya. (QS Qaf: 31-35).

Keburukan bagi yang tidak muraqabah

Pertama, sifat orang munafik. “Dan janganlah kamu berdebat untuk (membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat dan bergelimang dosa. Mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak dapat bersembunyi dari Allah, karena Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridhai-Nya. Dan Allah Maha Meliputi terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS An-Nisa: 107-108)

Kedua, menghapus kebaikan. Diriwayatkan dari Tsauban bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya aku mengetahui orang-orang dari umatku yang akan datang pada hari kiamat dengan kebaikan seperti gunung Tihamah, tetapi Allah akan menjadikannya seperti debu yang berterbangan. Tsauban berkata: “Wahai Rasulullah, jelaskan mereka kepada kami dan beritahu kami lebih banyak, supaya kami tidak menjadi dari mereka tanpa mengetahui.” Baginda bersabda: “Mereka adalah saudara-saudara kamu dan dari kaummu, yang beribadat pada malam hari sepertimu, tetapi mereka adalah orang-orang yang apabila bersendirian, melanggar hukum-hukum Allah.” (HR Ibnu Majah)

Bagaimana dapat menghadirkan muraqabatullah?

  1. Mengenal Allah. “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Mujadilah: 7)
  2. Mengetahui bahwa anggota tubuh kita akan menjadi saksi. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan”. Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan, dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS Fussilat: 20-24).
  3. Meyakini adanya malaikat pencatat. “Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS Qaf : 18).
  4. Meyakini alam akan menjadi saksi. Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Rabbmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya. (QS. Az-Zalzalah:5). Rasulullah bersabda: berita bumi adalah dia bersaksi atas setiap tentang apa yang mereka lakukan di atasnya. Bumi mengatakan: “Dia berbuat ini pada hari ini, dan seterusnya.” (HR Tirmidzi)

Disampaikan oleh Usatdz Jauhar Ridloni Marzuq, Lc., M.A., saat kajian Halaqoh Pekanan, Jumat malam.

Exit mobile version