Hukum Shalat di Toilet

DDHK.ORG — Syarat sah shalat adalah suci tempat, pakaian, dan badan. Adapun kasus shalat di toilet biasanya terjadi pada pekerja migran di Hong Kong atau beberapa pelajar Muslim di Jepang. Dua kejadian ini mempunyai penyebab yang berbeda.

Pertama, shalat di toilet bagi pekerja migran di Hong Kong kebanyakan disebabkan oleh larangan majikan yang non-Muslim untuk shalat di apartemen atau rumah yang dimilikinya. Biasanya, setiap rumah memiliki CCTV sehingga dapat memantau aktivitas pekerja migran yang bekerja, apabila ia shalat di ruang yang terlihat oleh CCTV, maka ia terancam dipecat dari pekerjaannya.

Dalam menaggapi kasus ini, dapat dilakukan 3 hal. Pertama, melaporkan perilaku majikan kepada lembaga yang mengirimkannya untuk bekerja di apartemen tersebut. Ini dikarenakan setiap pekerja migran mempunyai hak untuk menjalankan agamanya masing-masing. Apabila tempat bekerjanya tidak memperkenankan dia menjalankan agamanya, maka dapat dilaporkan sebagai kasus hukum, yaitu pelanggaran terhadap kebebasan beragama. Kedua, mencari tempat bekerja baru, atau pulang ke negeri asal. Ketiga, jika 2 opsi di atas belum memungkinkan, maka shalat di toilet diperkenankan jika bersih dan suci.

Pemahaman toilet di Indonesia tentu berbeda dengan di negara maju. Toilet di negara maju bersih dan kering. Tetapi terlihat bersih belum tentu suci. Maka seorang pekerja migran harus memastikan tempat dia shalat suci atau tidak. Ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW: “Shalat tidak diterima apabila tidak suci.” (HR. Muslim)

Adapun kasus kedua, perlu diketahui bahwa shalat tidak harus di masjid atau mushalla. Shalat dapat dilakukan di perpustakaan, kelas, lapangan, bahkan trotoar. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa syarat sahnya shalat adalah kesucian. Maka dalam aplikasinya, ketika shalat di tempat selain masjid atau mushalla, harus dipastikan tempat tersebut bersih dari kotoran. Kebersihan merupakan salah satu pemandangan biasa di negara-negara maju. Oleh karena itu, untuk kasus ini, shalat di toilet tidak diperkenankan. Ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW: “Allah menjadikan bumi sebagai masjid bagiku.”

Wallahu a’lam.

[Sumber: Fiqih Minoritas—Corps Dai Dompet Dhuafa]

Source
Fiqih Minoritas—Corps Dai Dompet Dhuafa
Exit mobile version