Disuruh Majikan Membakar Dupa, Apa Hukumnya?

Pertanyaan: Tiap pagi tugas saya membakar dupa buat sembahyang majikan saya yang beragama Buddha. Bagaimana hukumnya?

Jawaban: Hukum asal menghidupkan dupa pada dasarnya adalah boleh. Dan dapat berimplikasi hukum tertentu jika dimaksudkan untuk tujuan tertentu yang akan dihukumi berdasarkan tujuannya.

Jadi, jika menghidupkan dupa dimaksudkan untuk ibadah yang tidak ada ketentuannya dalam Islam, bahkan bertentangan dengan ajaran Islam sebagaimana ditanyakan, maka hukumnya pada dasarnya adalah haram. Dikuatirkan, bisa menyebabkan rusaknya iman seorang Muslim. Atau paling tidak, masuk dalam kategori “at-ta’awun ‘alal-itsmi wal-‘udwan” atau saling menolong dalam perbuatan dosa.

Lalu bagaimana sikap seorang Muslimah yang berprofesi sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) pekerja rumah tangga (PRT) untuk majikannya yang non-Muslim dan memerintahkannya utuk melakukan perbuatan yang haram tersebut?

Dalam hal ini dapat dibedakan dalam dua kondisi. Pertama, PMI belum melakukan kontrak kerja dengan majikannya yang non-Muslim. Kedua, sudah meneken kontrak kerja.

Jika PMI belum meneken kontrak kerja, maka bisa mensyaratkan poin dalam kontrak kerjanya, atau memberikan perjanjian khusus, bahwa dirinya tidak diharuskan melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hak asasinya sebagai umat beragama. Dal hal ini, seorang Muslimah yang baik hendaknya senantiasa memprioritaskan urusan agama atas setiap kepentingan lainnya ketika hendak bekerja.

Adapun jika kontrak sudah terlanjur diteken, dan tidak bisa ada poin permintaan khusus tersebut, maka bisa menolak perintah majikannya dengan cara-cara dan penjelasan yang baik. Dan tentunya dengan tetap memohon kepada Allah Ta’ala utuk melembutkan hati sang majikan.

Namun jika majikannya tetap memaksa memerintahkan hal tersebut, maka lakukanlah dengan tetap menjaga keimanan di dalam hati, sebab iman merupakan harta paling berharga yang dimiliki manusia. Dalam hal ini, PMI Muslimah terebut bisa dikategorikan sebagai Muslimah yang dalam kondisi terpaksa.

Allah Ta’ala berfirman di dalam Alqur’an, surat an-Nahl (104) ayat 106: “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapatkan kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (dia tidak berdosa). Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar.”

Sumber: Buku “Tanya Jawab Fikih Keseharian Buruh Migran Muslim” Mandiri Amal Insani

Exit mobile version