Catatan Dai Ambassador DDHK: Dai Harus Siap Mental, Fisik dan Finansial

Daun jatuh pun tertulis di Lauhil Mahfuzh. Kita tidak tahu apa rencana Allah. Awalnya saya dapat penempatan (posting) di Yunani, negeri para filsuf, tempat peradaban akal. Karena sesuatu hal, counterpart Dompet Dhuafa (DD) di sana tidak lagi meneruskan kemitraan.

Saya pun dipindahtugaskan ke Negeri Gingseng, Korea Selatan. Ketika visa dai lain sudah turun, ada dua dai yang visanya tidak turun, termasuk saya. Pihak DD akhirnya mengalihtugaskan saya. Qaddarallahu, saya bersama empat dai lainnya dapat terbang ke Hong Kong, 8 Mei 2019. Kami sampai di Negeri Beton pada 9 Mei dini hari.

Saya sudah mulai adaptasi (acclimated) dengan udara dan milieu di Hong Kong. Termasuk aromanya. Ditakdirkan bertemu kawan-kawan yang sedang bertugas di kantor perwakilan RI (KJRI). Kawan lama yang jumpa di Kairo dulu dan kawan sesama anggota Perhati (Perhimpunan Alumni Tiongkok).

Dakwah adalah tugas, sekaligus amanah. Di manapun, kapan pun! No postpone. No excuses. Ketika sudah mulai nyaman di Hong Kong, saya diminta ke Macau.

Diaspora Indonesia di Macau sangat membutuhkan secepatnya. Jum’at, seusai Maghrib (10/5/2019) saya packing. Malam itu juga volunteer (relawan DD) dari Macau akan menjemput. Malam sebelumnya DDHK telah mengirim dai ke sana, tapi ada kendala di imigrasi. Ada aturan baru, harus membawa uang cash 5000 dolar Hong Kong.

Dalam beberapa menit, saya sudah siap. Kita berangkat dari Hong Kong pukul 23:50 menggunakan transportasi darat. Naik bus bernomor A11. Dari Hong Kong ke perbatasan Hong Kong-Zuhai-Macau Bridge (HZMB) dengan waktu tempuh sekitar satu jam ke perbatasan. Lalu dari perbatasan ke Macau kami tempuh selama kurang lebih 35 menit. Saya senang bisa melihat jembatan terpanjang di dunia itu. Saya videokan.

Jembatan yang memadukan antara teknologi mutakhir dan seni arsitektur modern yang luar biasa. Kami juga melewati terowongan bawah laut. Jam segitu biasanya saya tidur. Tapi saya tidak mau kehilangan momen langka ini. Once upon time.

Alhamdulillah, saya dapat melewati imigrasi dengan baik. Tanpa hambatan. Bahkan tidak ditanya apapun. Dari Macau ke tempat tujuan hanya sekitar 15-20 menit menggunakan taksi. Kami sampai di Macau pukul 02:30 dini hari (11/5).

Tiba di flat, sekretariat Majlis Taklim Indonesia Macau (MATIM) pukul 02:50. Lanjut sahur, shalat Shubuh berjamaah, dan kultum, seingat saya. Itulah sebabnya dai harus siap, tidak hanya mental. Tapi fisik bahkan finansial. Bil amwal wal anfus (berjuang dengan harta & jiwa), meminjam istilah kitab suci.

Mozaik Ramadhan di Negeri Judi

Selama seminggu, saya belum menemukan penduduk Macau yang beragama Islam. Di kota tempat saya tinggal, baru saya temukan satu masjid. Masjidnya pun kecil, dengan kapasitas sangat minim. Kalau di Indonesia sama dengan mushalla-mushalla yang ada di pom bensin.

Meskipun kecil, masjid ini menjadi pusat kegiatan migran Muslim dari berbagai negara. Termasuk untuk Jumatan. Masjid ini dikelola oleh para migran Muslim Pakistan. Masjid ini mendapat sokongan dana dari para Muhsinin Kuwait.

Tiap hari Minggu, masyarakat Indonesia, dari berbagai kalangan: profesional, semi professional, dan pekerja migran Indonesia (PMI) juga berduyun-duyun ke masjid ini. Ada yang sekadar ingin bertemu sesama WNI, ada yang i’tikaf, atau sekadar ingin cari udara atau suasana segar, karena letaknya di pinggir danau.

Para wanita PMI (Gabungan Muslimah Indonesia Macau) biasanya mengadakan majlis al-Qur’an—ada tahsin dan sekadar belajar mengaji—pengajian dan buka bersama. Acara dimulai dari pukul 10:00 sampai jam 14:00. Setelah itu dilanjut dengan tausiyah dari Dai Ambassador. Setelah itu dibuka sesi tanya jawab dan konseling sampai azan Maghrib dikumandangkan. Dilanjut dengan buka bersama. Kegiatan ini diikuti oleh anggota berbagai majlis taklim yang ada: MATIM, Halimah, Halaqah, Irsyad, dan lainnya.

Minggu lalu ada dai dari Myanmar, dan seorang hafiz dari Indonesia yang diundang oleh ta’mir masjid Pakistan khusus untuk menjadi imam shalat Tarawih. Syeikh Abdul Hamid dan Ustadz Ersa. Keduanya dirangkul oleh Dai Ambassador. Diajak untuk bersama-sama mengisi kajian keislaman di depan gabungan Muslimah Indonesia Macau tersebut. Acara meriah dan diikuti dengan penuh antusias oleh para Muslimah.

Untuk kegiatan sehari-hari, Dai Ambassador DDHK mengisi seluruh rangkaian Ramadhan: Mulai jamaah Shubuh zikir bersama, kultum Shubuh, buka bersama, jamaah Isya’, Tarawih keliling, dan juga kultum setelah Tarawih.

Yang unik di sini, Isya’ dan Tarawih dimulai pada pukul 23:00, dan biasa selesai pukul 01:00 atau 30 menit lebih lambat. Tergantung di majlis taklim mana dan tergantung berapa pertanyaan yang diajukan oleh jamaah.

Tarawih keliling dari majlis taklim satu ke majlis taklim yang lain. Dai Ambassador harus mengkondisikan fisik dengan baik. Mengatur waktu istirahat. Termasuk, mengontrol waktu, pola makan dan jenis makanan untuk dikonsumsi. Sebab, jamaah selalu menyediakan aneka makanan/ kuliner yang menggoda selera.

Dai dituntut harus dapat menahan diri dari makan dan minum, tidak hanya di siang hari, tapi juga di malam hari selepas Tarawih. Termasuk menjaga pandangan, karena jamaahnya 99 koma nol persen adalah kaum hawa. []

———

Sukron Makmun, Dai Ambassador Dompet Dhuafa untuk Hong Kong & Macau.

Ditulis pada Sabtu, 11 Mei dan selesai pada Sabtu 18 Mei 2019

Exit mobile version