Bolehkah Mengqadla Shalat Lima Waktu pada Malam Hari Sekaligus?

Bolehkah Mengqadla Shalat Lima Waktu pada Malam Hari Sekaligus?

TANYA:

Assalamu’alaikum, Ustadz.

Saya mau tanya. Saya kan di sini (di rumah majikan) tidak boleh shalat kalau siang hari. Apakah boleh saya mengqadla shalat Subuh, Zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya dengan melakukannya pada malam hari?

Salam,

Fulanah

JAWAB:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Saudariku yang dirahmati Allah. Semoga kita semua menjadi Muslim dan Muslimah yang selalu diberikan nikmat taufiq agar mudah bagi kita melakukan amal sholih, kapan dan di manapun, termasuk mendirikan shalat.

Shalat adalah tiang agama dan rukun Islam yang kedua. Shalat merupakan amalan badan paling utama yang waktunya sudah ditentukan oleh Allah SWT.

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

“Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103)

Lalu, bagaimana jika seseorang terlalu sibuk atau susah mendapatkan izin, dan atau waktu yang longgar untuk shalat di tengah pekerjaannya?

Apakah boleh baginya menjamak, mengqashar, atau mengqadha’ shalatnya?

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sebagian imam (ulama) berpendapat bahwa seseorang yang muqim (tidak sedang bepergian) boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan, asal tidak dijadikan kebiasaan.” Ini berdasarkan perkataan Ibnu Abbâs Radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi:

جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍقِيْلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ

“Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak antara Zhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan hujan.” Ketika ditanyakan hal itu kepada Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu, beliau menjawab, “Agar tidak memberatkan ummatnya.”

Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan bahwa para pekerja industri dan petani apabila pada waktu tertentu mengalami kesulitan (masyaqqah), seperti lokasi air yang jauh dari tempat pelaksanaan shalat, sehingga jika mereka pergi ke lokasi air dan bersuci bisa mengakibatkan hilangnya pekerjaan yang dibutuhkan, jika demikian kondisinya, maka mereka boleh shalat di waktu musytarak (salah satu waktu yang boleh dilakukan jamak), lalu menjamak (menggabungkan) dua shalat.

Kaidah menjamak sholat

Kaidah menjamak sholat adalah karena hajat atau keadaan tertentu, seperti safar yang sudah mencapai 16 farsakh (+88 kilometer), karena keadaan hujan lebat, atau sakit (menurut ulama Malikiyah). Atau juga, karena pekerjaan tertentu dengan syarat tidak selalu (terkadang saja).

Adapun jika kaidah mengqadha’ shalat itu hanya berlaku bagi orang yang ketiduran atau lupa.

Sedangkan qashar shalat, kaidahnya adalah jika seseorang melakukan safar atau perjalanan dengan jarak seperti kaidah jamak, dan orang tersebut sudah meninggalkan kampungnya, di tengah safarnya, atau ketika di tempat tujuannya selama 3 hari saja (menurut ulama Malikiyah dan Syafi’iyah). Selebihnya, mereka sholat itmam (sempurna sesuai jumlah rokaat dan tidak boleh qashar ataupun jamak).

Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“Barang siapa yang kelupaan shalat atau tertidur sehingga terlewat waktu shalat maka penebusnya adalah dia segera shalat ketika ia ingat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kesimpulannya, yang dibolehkan hanyalah menjamak shalat karena suatu pekerjaan tertentu yang darurat dan tidak bisa ditinggalkan. Itupun tidak boleh dijadikan kebiasaan. Jika ada masalah dengan majikan, berusahalah untuk melobi dengan baik-baik. Jika saja masih tidak bisa, maka tetap lakukan jamak sholat dengan melakukan ikhtiar mencari perkerjaan lain yang lebih selamat dari fitnah.

Jadi intinya, saran saya, Ibu hanya dibolehkan menjamak shalat. Zuhur dan Ashar bisa dilakukan di salah satu waktunya, atau Maghrib dan Isya dilakukan di salah satu waktunya, baik jamak taqdim maupun jamak takhir.

Tidak boleh diqadla

Adapaun jika diqadla, itu tidak boleh. Karena qadla ini hanya dibolehkan untuk orang yang lupa atau ketiduran.

Lalu, ketika Ibu dihadapkan pada situasi seperti itu: susah dapet ijin dari majikan, atau karena pekerjaannya sulit ditinggalkan, maka saran saya, jika masih bisa, lakukan sholat dengan cara menjamaknya, sambil Ibu mencari pekerjaan yang lain yang insyaallah lebih selamat dari fitnah.

Jadi, kaidahnya, Ibu hanya boleh menjamak di waktu-waktu tertentu. Itupun tidak boleh menjadi kebiasaan. Rukhsohnya bagi Ibu, hanya manjamak. Itupun harus ada ikhtiar (usaha) mencari pekerjaan yang lain. Dan, tidak boleh dijadikan kebiasaan setiap hari. Apalagi, mengqadla shalat. Dalam kasus Ibu, tidak ada kaidahnya.

Mudah-mudahan bermanfaat.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Salam!

Dijawab oleh: Ustadz Very Setiyawan, Lc., S.Pd.I., M.H.


#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan?

Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419.

TINGGALKAN KOMENTAR

Exit mobile version